Cara Mudah Merencanakan dan Melaksanakan PTK (Penelitian Tindakan Kelas)

Cara Mudah Merencanakan dan Melaksanakan PTK (Penelitian Tindakan Kelas)

Ada adagium yang menyatakan bahwa gagal merencanakan sama saja dengan merencanakan kegagalan. Merencanakan suatu kegiatan merupakan aktivitas sehari-hari bagi setiap orang yang hidup secara teratur. Rencana merupakan satu kebutuhan pokok dalam melaksanakan setiap kegiatan. Meskipun membuat rencana merupakan kegiatan rutin, namun adakalanya rencana harus dibuat secara khusus, lebih-lebih jika ada keperluan khusus untuk melakukan suatu kegiatan. Misalnya, kita ingin memecahkan masalah yang kita hadapi dengan cara melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Kita akan membahas cara mudah merencanakan dan melaksanakan PTK (Penelitian Tindakan Kelas).

PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari empat tahap, yaitu merencanakan, melakukan tindakan, mengamati, dan melakukan refleksi. Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk merevisi rencana jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memperbaiki praktik atau belum berhasil memecahkan masalah yang menjadi kerisauan guru. Setelah siklus ini berlangsung beberapa kali, barangkali perbaikan yang diinginkan sudah terjadi. Dalam hal ini siklus PTK dengan tujuan perbaikan yang direncanakan sudah berakhir, namun biasanya akan muncul kembali masalah atau kerisauan baru dari guru. Masalah ini akan kembali dipecahkan dengan mengikuti daur PTK. Jika guru melakukan hal ini, berarti guru sedang mengembangkan kemampuan profesionalnya secara sistematis.


Langkah merencanakan merupakan langkah pertama dalam setiap kegiatan. Tanpa rencana, kegiatan yang kita lakukan tidak akan terarah. Rencana akan menjadi acuan dalam melaksanakan tindakan. Melakukan tindakan sebagai langkah yang kedua merupakan realisasi dari rencana yang kita buat. Tanpa tindakan, rencana hanya merupakan angan-angan yang tidak pernah menjadi kenyataan. Selanjutnya, agar tindakan yang kita lakukan dapat kita ketahui kualitasnya, kita perlu melakukan pengamatan. Berdasarkan pengamatan ini kita akan dapat menentukan apakah ada hal-hal yang harus segera diperbaiki agar tindakan dapat mencapai tujuan yang kita inginkan. Jika Pengamatan dilakukan selama proses tindakan berlangsung, maka refleksi, sebagai langkah keempat, kita lakukan setelah tindakan berakhir. Kita akan mencoba merenungkan kembali apa yang telah kita lakukan dan apa dampaknya bagi proses belajar siswa. Yang lebih penting pula kita akan merenungkan alasan kita melakukan suatu tindakan dikaitkan dengan dampaknya. Dengan cara ini kita akan dapat mengenal kekuatan dan kelemahan dari tindakan yang kita lakukan.

Ke empat tahap tersebut merupakan satu siklus atau daur, oleh karena itu, setiap tahap akan berulang kembali. Setiap tahap dapat terdiri dari atau dahului oleh beberapa langkah, misalnya langkah merencanakan didahului oleh munculnya masalah yang diidentifikasi oleh guru. Merencanakan dan melakukan tindakan melalui empat langkah utama, yaitu:

  1. Mengidentifikasi masalah
  2. Menganalisis dan merumuskan masalah
  3. Merencanakan PTK
  4. Melaksanakan PTK

Ke empat langkah ini merupakan langkah yang berurutan; artinya langkah pertama harus dikerjakan lebih dahulu sebelum langkah kedua dilaksanakan, demikian seterusnya. Langkah pertama dan kedua merupakan bagian awal dari merencanakan perbaikan, sedangkan langkah yang ketiga merupakan prasyarat untuk langkah yang keempat. 3 langkah pertama dapat dibandingkan dengan 4 langkah dari Mills, yaitu:

  1. Mengidentifikasi satu bidang yang menjadi perhatian kita,
  2. Mengumpulkan data,
  3. Menganalisis dan menginterpretasikan data, serta
  4. Mengembangkan rencana tindakan.

Ke empat langkah ini mulai dengan mengidentifikasi sampai dengan merencanakan, sama dengan langkah 1 sampai dengan langkah 3 di atas. Mari kita bahas langkah tersebut satu persatu.

Mengidentifikasi masalah

Suatu rencana PTK diawali dengan adanya masalah yang dirasakan atau disadari oleh guru. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik PTK, yaitu masalah berasal dari orang yang terlibat dalam praktik, dalam hal ini guru sebagai pengelola pembelajaran. Guru merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres di kelasnya, yang jika dibiarkan akan berdampak buruk bagi proses dan hasil belajar siswa. Misalnya, ada sekelompok siswa yang melakukan kesalahan yang sama secara terus-menerus, ada siswa yang suka membolos, atau hasil belajar siswa menurun secara drastis. Anda dapat mencari contoh lain dari pengalaman anda sendiri. Masalah yang dirasakan guru mungkin masih kabur, sehingga guru perlu merenung atau melakukan refleksi agar masalah tersebut menjadi semakin jelas. Hopkins menekankan bahwa pada awalnya guru mungkin bingung untuk mengidentifikasi masalah, oleh karena itu, guru tidak selalu harus mulai dengan masalah. Guru dapat mulai dengan suatu gagasan untuk melakukan perbaikan, kemudian mencoba memfokuskan gagasan tersebut.

Dari uraian diatas barangkali dapat kiya cermati bahwa munculnya masalah memang pertama kali dirasakan oleh guru sebagai sesuatu yang masih kabur, namun guru memang menyadari bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki. Tidak semua guru mampu merasakan adanya masalah, Meskipun tidak mustahil semua guru mempunyai masalah yang berkaitan dengan praktik pembelajaran yang dikelolanya. Bahkan mungkin ada guru yang mendiamkan saja masalahnya, meskipun ia sendiri sadar bahwa ada sesuatu yang tidak beres di kelasnya, yang memerlukan perbaikan segera. Dampak dari sikap seperti ini sangat jelas, yaitu menurunnya kualitas pembelajaran. Agar mampu merasakan dan mengungkapkan adanya masalah, seorang guru itu untuk jujur pada diri sendiri dan melihat pembelajaran yang dikelolanya sebagai bagian penting dari dunianya. Dengan bekal kejujuran dan kesadaran tersebut, untuk mengidentifikasi masalah, guru dapat mengajukan pertanyaan berikut kepada diri sendiri.

  1. Apa yang sedang terjadi di kelas saya?
  2. Masalah apa yang ditimbulkan oleh kejadian itu?
  3. Apa pengaruh masalah tersebut bagi kelas saya?
  4. Apa yang akan terjadi jika masalah tersebut saya biarkan?
  5. Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasi masalah tersebut atau memperbaiki situasi yang ada?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut guru perlu merenung atau melakukan refleksi tentang apa yang terjadi di dalam kelas. Refleksi akan efektif jika guru mempunyai kesadaran yang tinggi akan fungsi pembelajaran dan jujur terhadap diri sendiri. Jika setelah menjawab pertanyaan tersebut guru sampai pada kesimpulan bahwa Ia memang menghadapi masalah dalam bidang tertentu, Berarti ia sudah berhasil mengidentifikasi masalah.

Langkah-langkah tersebut kembali mengingatkan kita akan salah satu karakteristik PTK, yaitu masalah berasal dari guru sendiri sebagai pelaku atau pengelola pembelajaran, yang bukan berasal dari orang luar. Namun adakalanya, guru perlu dibantu untuk mengidentifikasi masalah. Dalam hal ini guru dapat dibantu oleh Kepala Sekolah, pengawas, atau dosen perguruan tinggi kependidikan (LPTK, misalnya UPI Bandung) yang berkolaborasi dengan sekolah. Namun, sekali lagi perlu ditekankan bahwa aktor utama dalam hal ini adalah guru, Mitra kolaborasi. Hubungan antara hubungan antara mitra kolaborasi dengan guru hanyalah sebagai teman sejawat, bukan sebagai atasan atau bawahan. Oleh karena itu, jika dosen LPTK berkolaborasi dengan guru dalam merancang PTK, hendaknya dihindari kiat-kiat yang menggiring para guru untuk memunculkan masalah yang diinginkan oleh dosen.

Jika masalah sudah teridentifikasi, mungkin muncul pertanyaan, masalah mana yang mungkin dipecahkan melalui PTK? Apakah semua masalah kayak dipecahkan melalui PTK? Untuk menjawab pertanyaan ini, rambu-rambu berikut dapat kita jadikan pegangan.

Bidang yang layak dijadikan fokus PTK adalah yang:

  1. Melibatkan kegiatan belajar dan mengajar,
  2. Memungkinkan ditangani oleh guru,
  3. Sangat menarik minat guru, serta
  4. Ingin diperbaiki oleh guru.

Berdasarkan rambu-rambu tersebut, kita dapat menetapkan masalah yang akan kita jadikan fokus PTK.

Menganalisis dan merumuskan masalah

Setelah masalah teridentifikasi, kita perlu melakukan analisis sehingga dapat merumuskan masalah dengan jelas. Tentu saja sebelum menganalisis masalah, kita mengumpulkan data yang terkait dengan masalah tersebut. Tanpa melakukan analisis, mungkin masalah yang kita identifikasi masih kabur. Analisis dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri atau yang disebut refleksi. Bisa juga dengan mengkaji ulang berbagai dokumen seperti pekerjaan siswa, daftar hadir, daftar nilai, atau bahkan bahan pelajaran yang kita siapkan. Semua ini tergantung jenis masalah yang berhasil kita identifikasi pada langkah sebelumnya. Sebagai contoh, jika masalah yang kita identifikasi adalah rendahnya motivasi belajar siswa, barangkali yang perlu kita Analisis adalah dokumen tentang hasil belajar siswa, catatan harian kita tentang respon siswa dalam pembelajaran, dan yang tak kalah pentingnya melakukan refleksi, sehingga kita mendapat gambaran yang jelas tentang perilaku mengajar kita. Untuk memperjelas langkah analisis ini, mari kaji ilustrasi berikut.

Ibu Tuti adalah seorang guru bahasa Indonesia di sebuah SMA. Setiap mengajar, Iya selalu merasa ada sesuatu yang kurang. Perhatian para siswa terhadap bahasa Indonesia tampaknya tidak menggembirakan. Siswa lebih menganggap bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran yang diwajibkan dan hanya merupakan tugas rutin untuk mengikutinya. Ibu Tuti merasa siswa menganggap enteng pelajarannya. Setelah berulang kali merenung, Ibu Tuti menyimpulkan bahwa motivasi para siswa untuk belajar bahasa Indonesia sangat rendah. Ini terbukti dari seringnya siswa absen dalam pelajarannya dan nilai rata-rata kelas untuk bahasa Indonesia hanya 5,4. Ibu Tuti menjadi bingung untuk mengatasi masalah ini.

Jika kita yang menjadi Ibu Tuti, Bagaimana cara kita mengatasi masalah tersebut? Tindakan pertama yang perlu kita lakukan adalah menganalisis masalah yang telah diidentifikasi oleh ibu Tuti, yaitu rendahnya motivasi para siswa untuk belajar bahasa Indonesia. Untuk menganalisis masalah ini, Ibu Tuti perlu melakukan hal-hal berikut.

  1. Menganalisis daftar hadir siswa, kemudian menyimpulkan berapa persen rata-rata kehadiran siswa dalam satu bulan. Disamping itu, perlu pula dianalisis, apakah yang absen hanya siswa tertentu ataukah hampir semua pernah absen, dan apa alasannya.
  2. Menganalisis daftar nilai siswa, kemudian mengaitkan frekuensi ketidak hadiran siswa dengan nilai nya.
  3. Menganalisis tugas-tugas yang diberikan kepada siswa beserta bahan pelajaran yang dipakai, Apakah tugas dan bahan pelajaran tersebut cukup menantang atau membosankan.
  4. Menganalisis balikan (feedback) yang diberikan guru terhadap pekerjaan siswa. Apa apakah berikan tersebut membuat siswa frustrasi atau mendorong siswa untuk memperbaiki pekerjaannya.
  5. Melakukan refleksi terhadap perilaku mengajari Ibu Tuti. Seyogianya Ibu Tuti secara jujur merenungkan kembali kebiasaannya dalam kelas. Apakah ia sering marah-marah, bersikap tidak simpatik, atau sebaliknya.

Dari hasil analisis di atas, Ibu Tuti dapat mempertajam masalah yang dihadapi serta menetapkan masalah mana yang paling mendesak untuk dibenahi. Misalnya, dari hasil analisis tersebut Ibu Tuti menemukan bahwa hanya siswa tertentu (sekitar 20 orang dari 35 siswa) yang sering absen, dan memang ternyata siswa yang sering tidak hadir nilainya rendah. Dari analisis tugas, bahan pelajaran, dan balikan, Ibu Tuti menemukan bahwa tugas yang diberikan yang diambil dari buku paket memang membosankan karena hanya menuntut siswa untuk menghafal, tanpa pernah meminta siswa untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara bebas dalam bahasa tulis. Balikan yang diberikan oleh Bu Tuti pada tugas-tugas tersebut, ternyata hanya 2 kata yaitu cukup dan kurang. Dari refleksi yang dilakukan, Ibu Tuti merasa bersikap biasa-biasa saja, hanya dia merasa jarang memberikan penguatan. Iya lebih banyak menegur siswa yang kurang berhasil daripada memuji siswa yang berhasil.

Dari uraian diatas dapat kita simak bahwa begitu banyak masalah yang ditemukan Ibu Tuti yang dianggapnya menyebabkan rendahnya motivasi siswa dalam belajar bahasa Indonesia. Disamping masalah yang sudah dianalisis, Ibu Tuti juga memperkirakan bahwa Ujian Nasional Bahasa Indonesia juga tidak mendorong siswa untuk belajar lebih baik. Namun, Iya kemudian berkesimpulan bahwa ia harus memilih masalah yang dapat diatasi sendiri. Ia kemudian memutuskan bahwa ia akan memfokuskan usahanya pada perbaikan tugas dan bahan ajar yang ia gunakan. Berkaitan dengan hal ini Ibu Tuti dapat merumuskan masalah sebagai berikut.

Tugas dan bahan belajar yang bagaimana yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar bahasa Indonesia?

Sebagaimana yang kita simak dalam rumusan masalah di atas, sebuah masalah pada umumnya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, yang menggambarkan sesuatu yang ingin dipecahkan atau dicari jawabannya melalui penelitian yaitu PTK. Masalah yang dihadapi guru mungkin sangat luas, oleh karena itu, guru perlu memfokuskan perhatiannya pada masalah yang mungkin dapat ditanggulangi dan yang memang memerlukan prioritas untuk ditangani. Dalam hal ini, kita perlu mengingat kembali rambu-rambu pemilihan masalah yang dapat dijadikan fokus PTK atau yang dapat dipecahkan melalui PTK.

Selanjutnya, masalah perlu dijabarkan atau dirinci secara operasional agar rencana perbaikannya dapat lebih terarah. Misalnya, masalah: tugas dan bahan belajar yang bagaimana yang dapat meningkatkan motivasi siswa dapat dijabarkan sebagai berikut.

  1. Bagaimana frekuensi pemberian tugas yang dapat meningkatkan motivasi siswa?
  2. Bagaimana bentuk dan materi tugas yang memotivasi?
  3. Bagaimana syarat bahan belajar yang menarik?
  4. Bagaimana kaitan materi bahan belajar dengan tugas yang diberikan?

Dengan dirumuskannya masalah secara operasional, kita sudah mulai membuat rencana perbaikan atau Rencana PTK. Mari kita kaji rencana tersebut lebih lanjut.

Merencanakan perbaikan

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, guru perlu membuat rencana tindakan atau yang sering disebut rencana perbaikan. Langkah-langkah dalam menyusun rencana adalah sebagai berikut.

1. Rumuskan cara perbaikan yang akan ditempuh dalam bentuk hipotesis tindakan.

Hipotesis tindakan adalah dugaan buruh tentang cara yang terbaik untuk mengatasi masalah. Dugaan atau hipotesis ini dibuat berdasarkan kajian berbagai teori, kajian hasil penelitian yang pernah dilakukan dalam masalah yang serupa, diskusi dengan teman sejawat atau dengan pakar, serta refleksi pengalaman sendiri sebagai guru. Berdasarkan hasil kajian tersebut, guru menyusun berbagai alternatif tindakan. Selanjutnya, guru perlu mengkaji setiap alternatif, terutama keterkaitannya dengan tujuan tindakan serta kelayakan pelaksanaannya. Akhirnya, dengan mempertimbangkan hasil kajian, guru memilih alternatif yang dianggap paling layak.

Dari hasil kajian yang dilakukan, Ibu Tuti membuat beberapa alternatif berikut.

  • Tugas akan lebih berhasil dan menantang jika diberikan setiap minggu atau dua minggu sekali.
  • Bentuk tugas yang bervariasi akan memotivasi siswa untuk mengerjakannya.
  • Tugas akan cukup menantang jika materinya diambil dari lingkungan siswa atau diambil dari buku pelajaran yang dimiliki siswa.
  • Bahan belajar bahasa Indonesia akan cukup menarik jika Sesuai dengan perkembangan siswa, disajikan dengan berbagai variasi, menuntut siswa untuk berpikir, serta menyajikan wacana yang temanya akrab dengan lingkungan siswa.
  • Tugas yang diberikan akan menantang jika dikaitkan dengan bahan belajar.

2. Analisis kelayakan hipotesis tindakan

Setelah menetapkan alternatif hipotesis yang terbaik, hipotesis ini masih perlu dikaji kembali kelayakannya dikaitkan dengan kemungkinan pelaksanaannya. Dengan perkataan lain, guru harus bertanya, Mungkinkah rencana tindakan tersebut dilaksanakan. Hal ini terutama dikaitkan dengan hal-hal berikut.

  • Kemampuan dan komitmen guru sebagai aktor pelaksana karena pelaksanaan PTK memang harus tumbuh dari keinginan guru sendiri. Guru harus bertanya pada diri sendiri apakah iya cukup mampu melaksanakan rencana perbaikan tersebut dan apakah dia cukup tangguh untuk menyelesaikannya.
  • Kemampuan dan kondisi fisik siswa dalam mengikuti tindakan tersebut. Misalnya jika diputuskan untuk memberi tugas setiap minggu, apakah siswa cukup mampu menyelesaikannya. Apakah malah membuat siswa menjadi bosan.
  • Ketersediaan sarana yang diperlukan. Apakah sarana yang diperlukan dalam perbaikan dapat diadakan oleh siswa, sekolah, ataukah oleh guru sendiri?
  • Iklim belajar dan iklim kerja di sekolah. Iklim belajar berkaitan dengan berbagai kebiasaan guru, siswa, dan personil lain dalam menyikapi kegiatan belajar atau kegiatan akademik. Sedangkan iklim kerja berkaitan dengan kebiasaan personil sekolah dalam menyikapi tugas-tugasnya. Dalam hal ini, guru perlu mempertimbangkan apakah alternatif yang dipilihnya akan mendapat dukungan dari kepala sekolah dan personil lain di sekolah.

Selain faktor-faktor di atas, guru juga harus menganalisis sekali lagi hasil yang diperkirakan akan diperoleh dari tindakan tersebut. Dengan melakukan berbagai kajian tersebut diharapkan hipotesis tindakan yang dipilih memang benar-benar merupakan hipotesis yang paling layak.

Melaksanakan PTK

Setelah meyakini bahwa hipotesis tindakan atau Rencana perbaikan sudah cukup layak, kini guru perlu mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perbaikan atau pelaksanaan PTK. Langkah ini kita sebut sebagai persiapan pelaksanaan, yang sebenarnya dapat merupakan bagian dari perencanaan, tetapi dapat pula kita tempatkan sebagai bagian awal dari pelaksanaan. Setelah persiapan ini mantap, barulah kita mulai dengan pelaksanaannya di kelas. Mari kita kaji kedua tahap ini dengan cermat.

1. Menyiapkan pelaksanaan

Ada beberapa langkah yang perlu kita siapkan sebelum merealisasikan rencana tindakan kita.

  • Membuat rencana pembelajaran beserta skenario tindakan yang akan dilaksanakan. Skenario mencakup langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam kegiatan tindakan atau perbaikan. Terkait dengan rencana pembelajaran, guru tentu perlu menyiapkan berbagai bahan seperti tugas dan bahan belajar yang dibuat sesuai dengan hipotesis yang dipilih, alat peraga, atau buku-buku yang relevan.
  • Menyiapkan fasilitas atau sarana pendukung yang diperlukan, misalnya gambar-gambar, meja tempat mengumpulkan tugas, atau sarana lain yang terkait.
  • Menyiapkan cara merekam dan menganalisis data yang berkaitan dengan proses dan hasil perbaikan. Dalam hal ini, guru harus menetapkan apa yang harus direkam, bagaimana cara merekamnya, dan kemudian bagaimana cara menganalisisnya. Agar dapat melakukan hal ini, guru harus menetapkan indikator keberhasilan. Misalnya, sikap siswa ketika diberi tugas, persentase siswa yang mengumpulkan tugas tepat waktu, kualitas penyelesaian tugas siswa, persentase kehadiran siswa, serta nilai siswa dalam tes formatif. Jika indikator ini sudah ditetapkan, guru dapat menentukan cara merekam dan menganalisis data.
  • Jika perlu, untuk memantapkan keyakinan diri, guru perlu mensimulasikan pelaksanaan tindakan. Dalam hal ini, guru dapat bekerjasama dengan teman sejawat atau berkolaborasi dengan dosen.

2. Melaksanakan tindakan

Setelah persiapan selesai, Kini Tiba Saatnya guru melaksanakan tindakan dalam kelas yang sebenarnya. Agar pelaksanaan ini dapat berlangsung secara terarah, guru perlu memperhatikan beberapa prinsip.

  • Pekerjaan utama guru adalah mengajar. Oleh karena itu, metodologi penelitian yang sedang dilaksanakan tidak boleh mengganggu komitmen guru dalam mengajar. Ini berarti, guru tidak boleh mengorbankan siswa demi penelitian yang sedang dilaksanakannya. Dengan perkataan lain, guru harus selalu mengutamakan siswa karena tujuannya memang untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa. Tambahan tugas guru sebagai peneliti harus disikapi sebagai nuansa profesional yang semestinya memberi nilai tambah bagi guru dan bagi pembelajaran yang dikelolanya, bukan sebaliknya mengorbankan siswa.
  • Cara pengumpulan atau perekaman data jangan sampai terlalu menyita waktu guru, sehingga guru sampai kehabisan napas. Esensi pelaksanaan PTK memang harus disertai dengan observasi dan interpretasi, dan pengumpul data yang paling baik adalah guru. Namun, Jika kegiatan ini menyita waktu guru terlampau banyak, konsentrasi guru dalam mengajar akan terganggu. Untuk mengatasi masalah ini, guru dapat memanfaatkan alat perekam seperti tape recorder atau meminta bantuan teman sejawat.
  • Metodologi yang diterapkan haruslah reliabel atau handal, sehingga memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi kelasnya. Dalam kaitan ini perlu diingat bahwa PTK berorientasi praktis dan merupakan penelitian skala kecil untuk memperbaiki praktik individu.
  • Masalah yang ditangani guru haruslah sesuai dengan kemampuan dan komitmen guru sebagaimana yang sudah pernah diulas sebelumnya.
  • Sebagai peneliti, guru harus memperhatikan berbagai aturan atau etika yang terkait dengan tugas-tugasnya. Misalnya menyampaikan kepada kepala sekolah tentang rencana tindakan yang akan dilakukan, atau menginformasikan kepada orang tua siswa jika selama pelaksanaan PTK, siswa diwajibkan melakukan sesuatu diluar kebiasaan rutin.
  • Akhirnya, seperti yang sudah pernah di singgung, PTK harus mendapat dukungan dari seluruh personil sekolah. Semua personel sekolah harus punya persepsi yang benar tentang PTK dan apa yang ingin dicapai melalui PTK.

Disamping kriteria diatas, perlu kita perhatikan bahwa dalam pelaksanaan PTK, observasi dan interpretasi terhadap proses dan hasil tindakan berlangsung secara bersamaan. Ini berarti bahwa guru sebagai aktor PTK harus mampu melakukan observasi dan interpretasi secara cepat, sehingga penyesuaian-penyesuaian dapat dilakukan jika perlu. Ini sesuai dengan kriteria pertama yang menuntut guru memegang komitmennya sebagai pengajar, tanpa terganggu oleh metodologi penelitian yang sedang diterapkan.

Diolah dari berbagai sumber diantaranya modul penelitian tindakan kelas yang diterbitkan oleh Universitas Terbuka.

Sumber gambar: open university