Premanisme itu Masih Ada
Tiba di Stasiun Pasar Turi jam 18.30. Saya sudah pesan Taxi Online semenjak kereta api belum berhenti total.

“Pak, bisa masuk parkiran tidak?” chat saya ke pengemudi taxi online. “Seolah Bapak keluarga saya.”
Ting, balasan muncul, “Maaf tidak bisa Pak, banyak premannya, suka merusak,” jawab sang pengemudi, “Bapak ke SPBU saja ya, dari pintu keluar stasiun tinnggal belok kanan.”
Maka berjalanlah saya. Jaraknya lumayan jauh juga, hitungan saya sekitar 500 meteran. Lalu naiklah Kami ngobrol banyak selama perjalanan. Diantaranya “kesepakatan” antara pengemudi taksi online dengan pengemudi taksi konvensional plus para preman bahwasanya taksi online mengantar penumpang sampai ke dalam, tapi tidak boleh menjemput ke dalam. Jadi ngantar boleh, jemput yang tidak boleh. Jadi ingat percakapan saya dengan pengemudi taksi online yang mengantar saya dari rumah di Majalengka menuju Stasiun KA Cirebon. Percakapannya bisa dicek disini: https://www.kangferdi.com/2018/03/3799/
Tibalah saya di tempat tujuan pada pukul 19.30, yaitu Balai Diklat Keagamaan Surabaya. Tempatnya luas, gedungnya banyak, dari Gedung A sampai gedung K. Wow.

Saya datang ke Surabaya untuk mengisi TOC (Training of Coach) SAGUDISTRO. Saya adalah founder nya. TOC ini bertujuan mencetak para Coach yang akan siap melatihkan Digital Storytelling di seluruh Indonesia.
TOC SAGUDISTRO
Sabtu pagi, 31 Maret 2018, peserta dari seluruh Indonesia siap mengikuti TOC SAGUDISTRO. Dibuka oleh Kepala Balai Diklat Kegamaan, Pak Dr. M. Toha yang memberi sambutan cukup panjang namun renyah dan penuh guyon.
Yuk simak keseruan TOC SAGUDISTRO hari pertama